20/12/11

Cerpen : Hadiah Terindah Lebaran

Hari ini adalah hari terakhir bulan Ramadhan, besok sudah Lebaran, kubayangkan suara gema takbir menggema yang bisa terdengar sampai ke seantero negeri. Suara merdu yang terlantun indah, begitu menggetarkan dada setiap manusia yang beriman. Harusnya besok adalah waktu yang membahagiakan bagi seluruh umat islam.

Seharusnya besok adalah hari kebahagiaan. Setelah satu bulan penuh menunaikan ibadah puasa, akhirnya tiba jua hari kemenangan yang dinantikan. Semua orang bersuka cita. Saling mengunjungi, saling bermaafan, saling berucap selamat dan saling mendoakan. Taqabbalallahu minna wa minkum, semoga Allah menerima segala amal ibadah kita. Menyambung silaturrahim dengan sanak saudara, tetangga dan teman-teman. Dengan pakaian baru dan kue-kue lezat terhidang di meja.

Aku teringat bagaimana aku dengan setengah memaksa meminta kepada ayah untuk membelikan baju baru kepada ayahku, "Pak.. aku mau baju baru ya Lebaran ini" ucapku kepada ayah, karena lebaran ini adalah tahun ke tiga aku rayakan tanpa mengenakan baju baru, aku merasa diejek teman-teman dan tetangga yang mengenakan baju baru. Walau aku tahu semenjak ayah ku di-PHK karena perusahaanya bangkrut akibat kenaikan BBM, ayah kini hanya jadi penarik becak di persimpangan dekat pasar.

Sebenarnya bapak, sungguh menyayangi kami sekeluarga, bapak giat mencari nafkah agar aku bisa bersekolah, tapi mungkin aku yang tidak tau bersyukur dan banyak menuntut kepada bapak untuk bisa membelikan aku dan adikku baju baru pada Idul Fitri ini, sebuah keinginan wajar untuk orang yang berkecukupan, tapi bagiku dan adikku itu adalah sebuah imajinasi yang terlalu mewah.

Aku yang masih belum mengerti urusan politik atau urusan negara yang njelimet hanya menyimpan kepedihan karena ayah belum mampu membelikan aku dan adikku pakaian baru, aku dan adik berusaha selalu bersabar dan menerima, apa pun yang diberikan Allah kepada kami.

Aku hanya selalu berdoa, dan memohon kepada Allah sesuai nasihat Ayah "Iman seorang mukmin akan tampak di saat ia menghadapi ujian. Di saat ia totalitas dalam berdoa tapi ia belum melihat pengaruh apapun dari doanya. Ketika, ia tetap tidak merubah keinginan dan harapannya, meski sebab-sebab untuk putus asa semakin kuat. Ia yakin bahwa dengan ujian itu, Allah ingin melihat tingkatan kesabaran dan keimanannya. Ia yakin bahwa dengan keadaan itu, Allah swt menghendaki hatinya menjadi luruh dan pasrah kepada-Nya. Atau, boleh jadi melalui ujian itu, Allah menghendaki dirinya untuk lebih banyak lagi berdoa sehingga ia lebih dekat lagi dengan-Nya melalui doa-doanya."

Tiba-tiba kepedihan di dada ku semakin memuncak, dan air mata ini tidak bisa diajak kompromi mengalir pada kedua pipiku, karena aku ingin sekali memiliki baju baru pada lebaran ini, Aku pun terlena pada kenangan lalu, di mana ayah masih jaya sebagai buruh pada suatu pabrik plastik. Dulu setiap lebaran rumah kami meriah, banyak makanan, baju baru dan lainnya. Hal itu hanya membawa kepedihan dan penyesalan yang dalam.

"Ayah mau kemana?" tanyaku kepada ayah.

"Mau narik cari rejeki." jawab ayah singkat.

"Yah jangan lupa ya aku di beliin baju baru" ungkapku

Ayah hanya menjawab dengan anggukan pelan. Aku tertegun. Anggukan ayah membuatku merasa bersalah. Ya Gusti Allah... ampuni aku yang selalu menyusahkan Ayah.

Sore itu ayah pulang dengan muka sumringah.

"Yanti..." panggil ayah kepadaku.

"Ada apa yah" tanyaku kepada ayah.

Ini nak, alhamdulillah ayah dapat rezeki nak, kamu bisa beli baju lebaran" kata ayah sambil menyodorkan uang 300.000

"Ini dari mana yah uangnya" tanya aku kepada ayah.

"Tadi becak ayah di sewa orang untuk pindahan, alhamdulillah orang itu baik dan memberi ayah lebih nak" begitu lah carita ayah, dan aku pun bisa tersenyum sumringah, karena baju yang kuimpikan bisa aku beli.

Keseokan harinya kami sekeluarga naik becak ayah pergi ke pasar, hal ini adalah hal yang sangat indah, walau kami tidak mempunyai mobil seperti orang kaya, naik becak sekeluarga adalah hal yang jarang terjadi, tapi kali ini ayah mengantar kami ke pasar untuk membelikan aku dan adikku sebuah baju baru.

Adikku memilih baju atas bawah dengan motif senada. Cocok sekali untuk dia yang masih duduk di bangku SD. Kebanyakan anak-anak seusia adikku memang lebih suka memakai baju stelan. Ibuku langsung menanyakan harga baju yang kami pilih. Agak lama aku menunggu ibuku tawar-menawar harga dengan pemilik toko. Tapi untungnya ibu berhasil membeli baju itu dengan harga yang lumayan terjangkau. Aku sangat bahagia.

"Ibu tidak sekalian membeli baju baru?" tanyaku pada ibu.

"Baju baru tidak penting bagi ibu, Yang penting hati kita diperbarui lagi untuk dapat lebih dekat dengan-Nya. Melihat kamu dan adikmu senang itu sudah cukup bagi ibu," ibu menjawab lirih, sambil menasihatiku. Ayah tadi tidak mengantar kami belanja, ayah bilang dia mau narik becak dulu, nanti pulangnya d tunggu di pangkalan becak tempat ayah mangkal di pasar itu.

Setelah berputar-putar di pasar agak lama untuk menemukan baju serta berbelanja keperluan untuk menyambut lebaran, aku, adik dan ibu menuju pangkalan beca tempat ayah biasa mangkal, kulihat ayah belum tiba di sana, kami pun menunggu dengan sabar, " Bu itu ayah" ucapku sambil melihat kesebrang jalan, dan kulambaikan tangan memanggil ayah.

"Ayah..." ucapku sambil setengah berteriak, ayah dengan wajah yang riang, berusaha mengayuh becaknya dengan kencang, seakan tidak sabar menjemput kami

"Tin...............Brak..."

Sebuah truk pengangkut pasir menabrak ayah. Seketika tubuh ayah ambruk ke tanah. Penuh darah bercucuran. Adikku menangis kencang. Orang-orang sekitar berlarian menuju tempat kejadian. Mereka semua mengerumuni ayah.

Dan ayah dibawa ke rumah sakit, oleh sopir truk itu, aku, ibu dan adikku menunggu di rumah sakit itu, Allahu akbar... Allahu akbar... Allahu akbar... La ilaha illallah wallahu akbar... Allahu akbar walillahilhamd... Suara takbir dan tahmid mengiringi hari itu yang bertepatan dengan malam takbiran.

Akupun berdoa kepada Allah "Ya Allah ya Tuhanku, tolong jangan kau ambil ayahku tercinta, aku sayang kepadanya, tiada orang yang paling baik sedunia selain Ayah". Dan dokter rumah sakit itu menghampiri ibu, "Bu, kondisi bapak alhamdulillah tidak apa-apa, hanya tangan kanannya patah, mungkin besok pun sudah bisa pulang" jelas dokter kepada ibu.

Esoknya ketika lebaran tiba aku dan adiku menjenguk ayah di rumah sakit, baju yang baru yang niatnya kupakai untuk bersilahturahmi kepada saudara dan tetangga, kupakai untuk membawa ayah pulang. Di depan ayah aku mencium tangan, dan bersyukur kepada Allah bahwa lebaran ini aku masih diberi kesempatan bersama ayah ku yang tercinta. "Ayah aku tidak terlalu butuh baju baru, aku bersyukur ayah masih ada di sisi kami". Dan ku lihat ayah tersenyum haru. Kesehatan dan keberadaan Ayah adalah hadiah Idul Fitri ku dari Allah yang paling berharga. Dan akupun berdoa memanjat syukur yang tak terkira.

"Ya Tuhanku, berilah aku kekuatan untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhoi, serta memasukkan aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh. Kasihilah kami wahai Yang Maha Penyayang diantara para penyayang." Amiin.