26/05/11

JURNAL ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional:Upaya Konkrit Memutuskan Mata Rantai Kemiskinan


Penulis:

Wiloejo Wirjo Wijono

Sumber/Link :

http://www.iei.or.id/publicationfiles/Lembaga%20Keuangan%20Mikro.pdf

Review:

Upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan antara lain dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, diantaranya adalah dengan pemberian akses yang luas terhadap sumber-sumber pembiayaan bagi Usaha Kecil dan Mikro (UKM) yang pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat miskin yang mempunyai kemauan dan kemampuan produktif. Meskipun kontribusi UKM dalam PDB semakin besar, namun hambatan yang dihadapinya besar pula, diantaranya kesulitan mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal.

Peranan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam menunjang kegiatan UKM, walaupun porsinya sebagai alternatif pembiayaan masih lebih kecil dibandingkan lembaga-lembaga keuangan formal. Namun, hal ini menarik untuk dikaji sebab perkembangan LKM ternyata searah dengan perkembangan UKM sehingga dapat dinyatakan bahwa LKM sebagai salah satu pilar sistem keuangan nasional.

Untuk mewujudkan hal tersebut, terdapat dua hal yang layak direkomendasikan:pertama, memperkuat aspek kelembagaan LKM sebagaimana yang selama ini telah berjalan pada lembaga-lembaga keuangan formal yaitu mempercepat pengesahan RUU tentang LKM, dan kedua, komitmen yang kuat pada pengembangan UKM yang sinergi dengan LKM. Dan pada akhirnya upaya untuk memutus rantai kemiskinan dapat dilakukan dengan cara yang produktif.

JURNAL ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

Perlindungan Transaksi Elektronik (E-Commerce) Melalui Lembaga Asuransi


Pengarang/Penulis :

Elisatris Gultom, SH, MH

Alamat/Sumber Jurnal :

http://www.pdfssearch.com/ASPEK-PERLINDUNGAN-HUKUM-DALAM-TRANSAKSI-MELALUI-MEDIA-INTERNET

Review Jurnal :

Transaksi e-commerce tidak luput dari resiko kerugian. Perjanjian asuransi antara lembaga otoritas sertifikat dengan perushaan asuransi merupakan cara tepat untuk mengalihkan resiko kerugian, terutama pada transaksi e-commerce yang menggunakan kunci kriptografi dan secure electronic transaction. Upaya ini sekaligus sebagai salah satu sarana perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan di dalamnya.

JURNAL ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

FENOMENA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN
Rachmat Hendayana dan Sjahrul Bustaman
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor


Kesimpulan
(1) Keberadaan LKM diakui masyarakat memiliki peran strategis sebagai intermediasi
aktivitas perekonomian yang selama ini tidak terjangkau jasa pelayanan lembaga
perbankan umum/bank konvensional
Secara faktual pelayanan LKM telah menunjukkan keberhasilan, namun
keberhasilannya masih bias pada usaha-usaha ekonomi non pertanian. Skim
perkreditan LKM untuk usahatani belum mendapat prioritas, hal itu ditandai oleh
relatif kecilnya plafon (alokasi dana) untuk mendukung usahatani, yakni kurang dari
10 % terhadap total plafon LKM;
(3) Faktor kritis dalam pengembangan LKM sektor pertanian terletak pada aspek
legalitas kelembagaan, kapabilitas pengurus, dukungan seed capital, kelayakan
ekonomi usaha tani, karakteristik usahatani dan bimbingan teknis nasabah/pengguna
jasa layanan LKM;
Saran
Untuk memprakarsasi penumbuhan dan pengembangan LKM pertanian diperlukan
adanya pembinaan peningkatan kapabilitas bagi SDM calon pengelola LKM,
dukungan penguatan modal dan pendampingan teknis kepada nasabah pengguna
kredit.
sumber
Anonimous. 2007. Kebijakan dan Strategi Nasional untuk Pengembangan Keuangan
Mikro. http://www.profi.or.id/ind/.
Budiantoro. S. 2003. RUU Lembaga Keuangan Mikro: Jangan Jauhkan Lembaga
Keuangan Dari Masyarakat. Jurnal Ekonomi Rakyat. Artikel Th II. No 8.
www.ekonomirakyat.org.
Djoko Retnadi. 2003. Kunci Sukses Lembaga Keuangan Mikro, Pahami Karakteristik
Orang Kecil. Harian Kompas. Rabu, 13 Agustus 2003
Holloh, D dan Hendrik Prins. 2006. Pengaturan/Peraturan, Pengawasan & Dukungan Bagi
Lembaga Keuangan Mikro Bukan Bank Bukan Koperasi.
http://profi.or.id/ind/downloads/ThirdWindowsummary_MFIstudy_translation_Ind_
.pdf
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Semnas4Des07_MP_A_Rachmat.pdf

JURNAL ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

Pengaruh suku bunga SBI, Nilai tukar Rupiah, dan Inflasi terhadap Kinerja Perusahaan


Pengarang/Penulis :

Linda Dwi Oktavia

Alamat/Sumber Jurnal :

http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/economy/2009/Artikel_20205729.pdf

Review Jurnal :

Berdasarkan hasil penelitian seperti yang telah diuraikan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengujian statistik sebelum privatisasi perusahaan menunjukkan bahwa secara parsial hanya variabel suku bunga SBI yang berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, sedangkan variabel nilai tukar rupiah dan variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Pengujian secara serentak menunjukkan bahwa antara seluruh variabel independen (suku bunga SBI, nilai tukar rupiah, dan inflasi) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (kinerja keuanganperusahaan).

2. Pengujian statistik sesudah privatisasi perusahaan menunjukkan bahwa secara parsial variabel suku bunga SBI dan variabel inflasi berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, dan hanya variabel nilai tukar rupiah yang tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Pengujian secara serentak menunjukkan bahwa antara seluruh variabel independen (suku bunga SBI, nilai tukar rupiah, dan inflasi) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (kinerja keuanganperusahaan).

3. Pengujian statistik berdasarkan Paired Sample T-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan perusahaan sebelum privatisasi dan kinerja keuangan perusahaan sesudah privatisasi. Hasil tersebut terjadi karena dalam hal ini peneliti memiliki keterbatasan dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan dan dalam jangka waktu pengamatan.

JURNAL ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

Perkembangan Paradigma Pendampingan Pastoral di Indonesia


Penulis :

Phan Bien Ton

Sumber :

http://icdscollege.com/artikel/pastoral_diIndonesia.pdf

Review:

Perkembangan paradigma pendampingan pastoral sangat dipengaruhi oleh konteks sosio historis Indonesia, setelah mengalami perkembangan tersebut disimpulkan bahwa pendampingan pastoral adalah upaya integrative komunitas Kristen yang bergumul bersama-sama denga komunitas umat lain ditengah-tengah keprihatinan masa kini yang muncul dalam situasi sosial politik, budaya dan lingkungan hidup mereka dengan tujuan untuk mengurangi akibat dosa dan penderitaan dan mentransformasikan hidup sesuai dengan harkat kemanusiaan

Konsep pendampingan pastoral yang makin meluas membutuhkan Majelis Jemaat yang juga mampu menghayati perannya yang meluas, meliputi tiga aspek pelayanan baik di dalam maupun di luar dinding-dinding Gereja: aspek individual, komunitas, dan masyarakat luas. Dalam pelayanan pendampingan pastoral yang menyeluruh itu, citra sebagai pemampu merupakan citra yang diharapkan menjadi dasar identitas Majelis Jemaat.

JURNAL ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

KESIMPULAN

Sistem hukum Indonesia yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental
merupakan dasar bagi para penegak hukum untuk menggunakan hukum
positif dari sistem Eropa Kontinental tersebut dalam membuat setiap
keputusan. Namun di sisi lain, cukup banyak peraturan perundang-undangan
pada sektor keuangan dan perbankan yang sangat dipengaruhi oleh sistem
hukum Anglo Saxon atau Common Law.
Bila terjadi perselisihan hukum, maka akan menjadi hal penting untuk di
indentifikasi adalah “sistem hukum mana yang akan dianut oleh para penegak
hukum?”. Jawaban tentu saja “sistem hukum positif Indonesia yakni sistem
hukum Kontinental”. Namun keadaan ini sebenarnya merupakan tantangan
bagi para ahli hukum dalam menerapkan konsep “hukum sebagai sarana
pembaharuan” yang dikemukakan oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja, yang
bermula dari konsep “law as a tool of social engineering” dari Roscoe Pound.

JURNAL ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

ASPEK-ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN
DALAM PEMBANGUNAN INDUSTRI PARIWISATA SEBAGAI INDUSTRI
GAYA BARU DALAM RANGKA MENCIPTAKAN LAPANGAN KERJA
Atje, Suherman, Sarinah
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaraan
Jl. Dipati Ukur 35 Bandung
ABSTRAK

Titik berat perekonomian dewasa ini telah beralih dari revolusi klasik pada jaman
revolusi industri dan industri abad ke 19 menuju kepada suatu era industri yang sana
sekali berbeda dan baru yang didasarkan kepada ilmu-ilmu yang baru.
Industri yang baru itu mempunyai dimensi-dimensi dan persepsi-persepsi yang
bervariasi pula. Salah satu dari industri gaya baru tersebut yang mampu
menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan memperluas kesempatan kerja
adalah industri pariwisata. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah
metode deskriptif dan empiris yaitu selain menggunakan bahan kepustakaan dan
peraturan-peraturan yang berlaku, juga mengadakan penelitian ke lapangan untuk
mengetahui sejauhmanakah sector pariwisata dapat menciptakan lapangan kerja.
Meskipun industri pariwisata besar sekali andilnya bagi pemerintah dalam membuka
lapangan kerja, namun berdasarkan penelitian, masih banyak kendala-kendala yang
menghambat kelancaran dunia usaha kepariwisataan baik dari masyarakat pencari
kerja maupun dari aparat pemerintah sendiri.

Kesimpulan

1. Perkembangan usaha Kepariwisataan di Provinsi daerah Tingkat I Jawa Barat
sangat besar peranannya dalam menampung tenaga kerj. Dari sekian banyak
pencari kerja, sebagian dapat disalurkan pada usaha kepariwisataan.
2. Meskipun industri pariwisata besar sekali andilnya bagi pemerintah dalam
membuka lapangan kerja, namun masih banyak kendala-kendala yang
menghambat kelancaran dunia usaha kepariwisataan baik dari masyarakat
pencari kerja maupun dari aparat pemerintah sendiri.
3. Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut, pemerintah telah berusaha
untuk meningkatkan sumber daya manusia baik melalui jalur pendidikan
formal maupun jalur latihan kerja.

JURNAL ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

Analisis Ekonomi Terhadap Penyelesaian Pelanggaran Hak Cipta Indonesia

Pengarang/Penulis :

Budi Agus Riswandi

Alamat/Sumber Jurnal :

http://www.perfspot.com/docs/doc.asp?id=46110

(e-mail: budi@fh.uii.ac.id)

Review Jurnal :

Hukum hendaknya tidak hanya dilihat sebagai suatu tekhnik untuk menyatakan pendapat, tetapi hukum adalah bagian untuk mendorong tujuan kepentingan sosial. Dalam kelangkaan ekonomi mengasumsikan bahwa individu atau masyarakat akan berusaha untuk memaksimalkan segala sesuatu yang ingin mereka capai dengan melakukan sesuatu sebaik mungkin dalam keterbatasan sumber. Hukum hak cipta merupakan salah satu bagian dari hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual.

Hukum hak cipta adalah sekumpulan peraturan-peraturan yang mengatur dan melindungi kreasi manusia dalam lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Ide dasar sistem hak cipta adalah untuk melindungi wujud hasil karya manusia yang lahir karena kemampuan intelektualnya. Perlindungan hukum ini hanya berlaku kepada ciptaan yang telah mewujud secara khas sehingga dapat didengar, dilihat atau dibaca.

JURNAL ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

Pelaksanaan Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Jasa Penilai Dalam Kegiatan Penilaian di Propinsi Jawa Tengah


Penulis :

Nur Dewi Alfiyanah

Sumber :

http://eprints.undip.ac.id/18448/1/NUR_DEWI_ALFIYANAH.pdf

Review:

1. Pengaturan kegiatan perusahaan jasa penilai tidak dijumpai baik dalam KitabUndang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) maupun Kitab Undang-UndangHukum Dagang (KUHD). Pengaturan kegiatannya tidak saja meliputi keperdataan(perjanjian penilaian) tetapi juga administrasi yang harus dipenuhi untuklegalitas/keabsahan kegiatan penilaian. Dilihat dari prosedur adminstrasiperizinannya sama dengan badan usaha lainnya, hanya saja ada kekhususannyayaitu sebagai jasa penilai.

2. Tanggung jawab Perusahaan Jasa Penilai (PJP ) dalam perjanjian penilaian denganpemakai jasa harus dilihat dari isi perjanjian yang dibuat dengan memperhatikanketentuan – ketentuan umum pada Buku III KUHPerdata tentang perikatan. Apabilapemakai jasa tidak puas, maka dapat mengajukan gugatan / tuntutan hukum

03/05/11

Hukum Perjanjian

- Saat lahirnya perjanjian

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1331 (1) dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum. Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim.
Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memenuhi unsur subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pengawasan dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan di hadapan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana apabila salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian ini (wan prestasi)?
Terdapat langkah pasti yang bisa mengatasi persoalan ini, yaitu pihak yang tidak melaksanakan perjanjian akan dimintai tanggung jawabnya sebagai pihak yang telah lalai atau bahkan melanggar perjanjian.
Pihak yang tidak melaksanakan perjanjian diberlakukan hal sebagai berikut.
  1. mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang satunya;
  2. materi perjanjiannya dibatalkan oleh kedua belah pihak atau di hadapan hakim;
  3. mendapatkan peralihan resiko; dan
  4. membayar seluruh biaya perkara apabila pihak yang merasa dirugikan mengajukannya ke muka hakim.

Hukum Perjanjian

C. Syarat sahnya perjanjian

Bagaimana syarat sah suatu perjanjian?
Berdasarkan pasal 1320 Kitap Undang-Undang
Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:
  • terdapat kesepakatan antara dua pihak. Materi kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran tanpa adanya tekanan atau pesanan dari pihak mana pun, sehingga kedua belah pihak dapat menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan;
  • kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian. Artinya, kedua belah pihak dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian tersebut;
  • terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian. Artinya, perjanjian tersebut merupakan objek yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan;
  • hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar. Artinya, perjanjian yang disepakati merupakan niat baik dari kedua belah pihak dan bukan ditujukan kejahatan.

Hukum Perjanjian

E. Pembatalan Perjanjian

Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat Hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian


- Pelaksanaan perjanjian

Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.

Hukum Perjanjian

B. Macam – Macam Perjanjian

1). Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan perjanjian dengan beban
2). Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik
3). Perjanjian konsensuil, formal dan, riil
4). Perjanjian bernama, tidak bernama dan, campuran
Syarat sahnya perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu
4. Sebab yang halaL
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

Hukum Dagang

3. HUBUNGAN PENGUSAHA DAN PEMBANTUNYA

Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu didalam perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan

Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a. Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata

Hukum Dagang

2. Berlakunya Hukum Dagang

Pembagian hukum privat sipil ke dalam hukum perdata dan hukum dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang asasi, tetapi pembagian yang berdasarkan sejarah hukum dagang. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan yang tercabtum dalam pasal 1 KUHD yang menyatakan bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijalankan dalam penyelesaian soal yang disinggung dalam KUHD kecuali dalam penyelesaianya, soal-soal tersebut hanya diatur dalam KUHD itu.

Kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi adalah :
a. Perjanjian jual beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidak ditetapkan dalam KUHD tapi diatur dalam KUHS.
b. Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.

Wajib Daftar Perusahaan

A. Cara
Pendaftaran Perusahaan dilakukan dengan cara mengisi Formulir Pendaftaran Perusahaan yang diperoleh secara Cuma-Cuma dan diajukan langsung kepada Kepala KPP Tingkat II setempat dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut :
a. Perusahaan Berbentuk PT :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan serta Data Akta Pendirian Perseroan yang telah diketahui oleh Departemen Kehakiman.
2. Asli dan copy Keputusan Perubahan Pendirian Perseroan (apabila ada).
3. Asli dan copy Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum.
4. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Direktur Utama atau penanggung jawab.
5. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
b. Perusahaan Berbentuk Koperasi :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Koperasi
2. Copy Kartu Tanda Penduduk Pengurus
3. Copy surat pengesahan sebagai badan hokum dari Pejabat yang berwenang.
4. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
c. Perusahaan Berbentuk CV :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada)
2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pengurus.
3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
d. Perusahaan Berbentuk Fa :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada)
2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pengurus.
3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
e. Perusahaan Berbentuk Perorangan :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pemilik.
3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
f. Perusahaan Lain :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab perusahaan.
3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
g. Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan Perusahaan :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada) atau Surat Penunjukan atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu, sebagai Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan.
2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab perusahaan.
3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang atau Kantor Pusat Perusahaan yang bersangkutan.

B. Tempat

Cara dan Tempat serta Waktu Pendaftaran
Menurut Pasal 9 :
a. Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
b. Penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan, yaitu :
1. di tempat kedudukan kantor perusahaan;
2. di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
3. di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
c. Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat b pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya.
Pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya.
Sesuatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya pada saat menerima izin usaha dari instansi teknis yang berwenang ( Pasal 10 ).
C. Tujuan

Bertuujan mencatat bahan – bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber Informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas perusahaan yang tercantum di dalam Daftar Perusahaan dalam Rangka menjamin kepastian berusaha.

Wajib Daftar Perusahaan

Hal-hal yang Wajib didaftarkan

1. Biaya
Perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya wajib membayar biaya administrasi WDP sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan dilunasi sebelum TDP diterbitkan. TDP tersebut wajib dipasang oleh perusahaan, ditempat yang mudah dibaca dan dilihat oleh umum dan nomor TDP wajib dicantumkan pada papan nama dan dokumen-dokumen perusahaan yang dipergunakan dalam kegiatan usahanya.
Tetapi ada kalanya Pendaftaran Perusahaan ditolak apabila pengisian formulir Pendaftaran Perusahaan belum benar dan atau dokumennya belum lengkap.

2. Perubahan dan Penggantian TDP
Setiap perusahaan yang melakukan perubahan atas hal-hal yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan, wajib melaporkan kepada Kepala KPP Tingkat II setempat. Perubahan tersebut dilakukan dengan cara mengisi Formulir Perubahan yang diperoleh secara cuma-Cuma.

3. Perubahan dan Penggantian TDP
Kewajiban laporan perubahan tersebut dilakukuan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan.
Dari perubahan tersebut ada yang dapat mengakibatkan pergantian TDP seperti:
a. pengalihan pemilikan atau kepengurusan perudahaan.
b. Perubahan nama perusahan.
c. Perubahan bentuk dan atau status perusahaan.
d. Perubahan alamat perusahaan di luar wilayah kerja KPP Tingkat II.
e. Perubahan Kegiatan Usaha Pokok.
f. Perubahan Akta Pendirian atau Anggaran Dasar khusus untuk PT.

4. TDP Hilang dan Rusak
kewajiban untauk mengajukan permohonan dibedakan antara TDP yang hilang dan TDP yang hilang dan TDP yang rusak,yaitu untuk penggantiaan TDP yang hilang,perusahaan yang bersangkutan secara tertulis mengajukan kepada Kepala KPP Tingkat II dengan melampirkan Surat Keterangan Hilang dari kepolisian selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari terhitung mulai tanggal kehilangan.
Sedangkan untuk penggantian TDP asli yang rusak, yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan kepada Kepala KKP Tingkat IIdengan melampirkan TDP yang rusak.
Kepala KKP Tingka II menerbitkan YDP pengganti atau duplikat, Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan penggantian TDP yang hilang atau rusak di terima secara lengkap dan benar.
Masa berlaku TDP yang di terbitka sebagai pengganti atau duplikat, adalah sampai dengan berakhirnya masa berlaku TDP yang hilang atau rusak tersebut.

Wajib Daftar Perusahaan

Ketentuan Pendaftaran Perusahaan

Pendaftaran Perusahaan dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa Perusahaan yang sah pada KPP Tingkat II ditempat kedudukan perusahaan. Tetapi kuasa tersebut tidak termasuk kuasa untuk menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan.
Pendaftaran Perusahaan dilakukan dengan cara mengisi Formulir Pendaftaran Perusahaan yang diperoleh secara Cuma-Cuma dan diajukan langsung kepada Kepala KPP Tingkat II setempat dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut :
a. Perusahaan Berbentuk PT :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan serta Data Akta Pendirian Perseroan yang telah diketahui oleh Departemen Kehakiman.
2. Asli dan copy Keputusan Perubahan Pendirian Perseroan (apabila ada).
3. Asli dan copy Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum.
4. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Direktur Utama atau penanggung jawab.
5. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
b. Perusahaan Berbentuk Koperasi :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Koperasi
2. Copy Kartu Tanda Penduduk Pengurus
3. Copy surat pengesahan sebagai badan hokum dari Pejabat yang berwenang.
4. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
c. Perusahaan Berbentuk CV :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada)
2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pengurus.
3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
d. Perusahaan Berbentuk Fa :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada)
2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pengurus.
3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
e. Perusahaan Berbentuk Perorangan :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pemilik.
3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
f. Perusahaan Lain :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab perusahaan.
3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
g. Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan Perusahaan :
1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada) atau Surat Penunjukan atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu, sebagai Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan.
2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab perusahaan.
3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang atau Kantor Pusat Perusahaan yang bersangkutan.

Wajib Daftar Perusahaan

Kewajiban Pendaftaran

Setiap Perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan. Pendaftaran Wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.

Pengecualian
Namun ada yang dikecualikan dari Wajib Daftar itu adalah:
1. setiap perusahaan negara yang berbentuk perusahaan jawatan (PERJAN) seperti diatur dalam UU No.9 tahun 1969 lembaran negara 1969 No.40 joIndonesische Bedrijvenwet ( Staatsblad tahun 1927 No.419) sebagaimana setelah diubah dan ditambah.
2. Setiap Perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau hanya memperkerjakan anggota keluarga sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan ijin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.
Dasar Penyelenggaraan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.12/MPP.Kep/1/1998 tentang penyelenggaraan WDP ditetapkan pada tanggal 16 Januari 1998 , yang merupakan pelaksanaan UU No.3 tahun 1982 tentang wajib Daftar perusahaan.
Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan penigkatkan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan , pemberian informasi, promosi, kegunaan pendataran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan , serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP.
Perusahaan – Perusahaan yang tidak wajib mendaftar
Dalam keputusan Memperindag ini lebih lanjut diatur mengenai perusahaan yang dikecualikan dari WDP yaitu:
a. Perusahaan Kecil Perorangan
b. Perusahaan yang diurus, dijalankan,atau dikelola oleh pribadi milik sendiri, atau hanya dengan memperkerjakan anggota keluarga sendiri.
c.Perusahaan yang tidak diwajibkan memiliki ijin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
d.Perusahaan yang tidak merupakan suatu badan hukum atau persekutuan.
Namun demikian perusahaan yang bersangkutan dapat didaftarkan dalam Daftar Perusahaan apabila perusahaan yang bersangkutan menghendakinya.
Selanjutnya diatur bahwa usaha atau kegiatan yang bergerak diluar bidang ekonomi atau sifat dan tujuannya tidak semata – mata mencari keuntungan dan atau laba, tidak dikenakan WDP ,yaitu:
a. Pendidikan formal( Jalur Sekolah) dalam segala jenis dan jenjang yang diselenggarakan oleh siapapun
b. Pendidikan Non Formal(Jalur Luar Sekolah)
c. Jasa Notaris
d.Jasa Pengacara
e. Praktek Perorangan Dokter dan Praktek berkelompok dokter.
f. Rumah Sakit
g. Klinik pengobatan
Penentuan usaha atau kegiatan lainnya yang tidak dikenakan WDP yang tercakup diatas, akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Setelah mendengar pertimbangan Menteri yang membidangi usaha atau kegiatan bersangkutan.
Perusahaan yang wajib daftar dalam daftar perusahaan adalah setiap perusahaan (termasuk Perusahaan Asing) yang berkependudukan dan menjalankan usahanya diwilayah Negara Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku(dan telah memiliki ijin), termasuk didalamnya kantor cabang, kantor pembantu,anak perusahaan serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
Perusahaan – Perusahaan tersebut berbentuk:
a. Badan hukum, termasuk didalamnya koperasi
b. Persekutuan
c. Perorangan
d.Perusahaan lainnya
atau menurut keputusan Menperindag disebutkan meliputi bentuk usaha:
A. Perseroan terbatas (PT), Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV), Firma(Fa), Perorangan.
B. Perusahaan lainnya yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan memperoleh laba.
Wewenang dan Tanggung Jawab
Menteri berwenang menetapkan tempat kedudukan , susunan kantor pendaftaran perusahaan(KPP), ketentuan dan tata cara penyelenggaran Wajib Daftar Perusahaan (WDP). Dengan tempat kedudukan dan susunan KPP adalah sbb:
Direktorat Pendaftaran Perusahaan pada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri bertindak selaku KPP yang berfungsi sebagai penyelenggara WDP tingkat Pusat.
Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan selaku KPP yang berfungsi sebagai penyelenggara WDP di daerah tingkat 1 sambil menunggu pembentukan KPP tingkat 2, kantor departemen perindustrian dan perdagangan ditunjuk selaku KPP yang berfungsi sebagai penyelenggara dan pelaksana WDP di daerah tingkat 2 .

Wajib Daftar Perusahaan

Tujuan dan Sifat

A. Tujuan
Bertuujan mencatat bahan – bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber Informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas perusahaan yang tercantum di dalam Daftar Perusahaan dalam Rangka menjamin kepastian berusaha.

B. Sifat
Bersifat terbuka untuk semua pihak,setiap pihak yang berkepentingan setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu dikantor pendaftaran Perusahaan.

Hak Kekayaan Intelektual

7. Rahasia Dagang
Rahasia dagang dan jenis-jenis informasi rahasia lainnya yang memiliki nilai komersil harus dilindungi dari pelanggaran atau kegiatan lainnya yang membuka rahasia praktek komersial.Namun langkah-langkah yang rasional harus ditempuh sebe-lumnya untuk melindungi informasi yang bersifat rahasia tersebut. Pengujian terhadap data yang diserahkan kepada pemerintah sebagai langkah memperoleh persetujuan untuk memasarkan produk farmasi atau perta-nian yang memiliki komposisi baru juga harus dilindungi dari kecurang-an perdagangan.

8. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Sirkuit terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat ber-bagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta di-bentuk secara terpadu di dalam sebu-ah bahan semi-konduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elekronik.
Desain tata letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit terpadu.

Hak Kekayaan Intelektual

5. Desain Industri
Desain industri adalah aspek ornamental atau estetis pada sebuah benda.Desain tersebut dapat mengandung aspek tiga dimensi, seperti bentuk atau permukaan benda, atau aspek dua dimensi, seperti pola, garis atau warna.
Desain industri diterapkan pada berbagai jenis produk industri dan kerajinan; dari instrumen teknis dan medis, jam tangan, perhiasan, dan benda-benda mewah lainnya; dari peralatan rumah tangga dan peralatan elektronik ke kendaraan dan struktur arsitektural; dari desain tekstil hinga barang-barang hiburan.
Agar terlindungi oleh hukum nasional, desain industri harus terlihat kasat mata.Hal ini berarti desain in-dustri pada prinsipnya merupakan suatu aspek estetis yang alami, dan tidak melindungi fitur teknis atas benda yang diaplikasikan.

6. Indikasi Geografis
Indikasi Geografis merupakan suatu tanda yang digunakan pada ba-rang-barang yang memiliki keaslian geografis yang spesifik dan memiliki kualitas atau reputasi berdasar tempat asalnya itu. Pada umumnya, Indikasi Geografis merupakan nama tempat dari asal barang-barang tersebut. Produk-produk pertanian biasanya memiliki kualitas yang terbentuk dari tempat produksinya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal yang spesifik, seperti iklim dan tanah.Berfung-sinya suatu tanda sebagai indikasi geografis merupakan masalah hukum nasional dan persepsi konsumen.


Hak Kekayaan Intelektual

4. Hak Merek
Merek adalah suatu tanda tertentu yang dipakai untuk mengidentifi-kasi suatu barang atau jasa sebagai-mana barang atau jasa tersebut dipro-duksi atau disediakan oleh orang atau perusahaan tertentu.Merek membantu konsumen untuk mengidentifikasi dan membeli sebuah produk atau jasa berdasarkan karakter dan kualitasnya, yang dapat teridentifikasi dari mereknya yang unik.

Hak Kekayaan Intelektual

3. Hak Paten
Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan atas sebuah penemuan, dapat berupa produk atau proses secara umum, suatu cara baru untuk membuat sesuatu atau menawarkan solusi atas suatu masalah dengan teknik baru.
Paten memberikan perlindungan terhadap pencipta atas penemuannya.Perlindungan tersebut diberikan untuk periode yang terbatas, biasa-nya 20 tahun.Perlindungan yang dimaksud di sini adalah penemuan tersebut tidak dapat secara komersil dibuat, digunakan, disebarkan atau di jual tanpa izin dari si pencipta.

Hak Kekayaan Intelektual

2. Hak Cipta
Hak Cipta merupakan istilah legal yang menjelaskan suatu hak yang diberikan pada pencipta atas karya literatur dan artistik mereka.Tujuan utamanya adalah untuk memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan penghargaan atas buah kreativitas.
Karya-karya yang dicakup oleh Hak Cipta termasuk: karya-karya literatur seperti novel, puisi, karya pertunjukan, karta-karya referensi, koran dan program komputer, data-base, film, komposisi musik, dan koreografi, sedangkan karya artistik seperti lukisan, gambar, fotografi dan ukiran, arsitektur, iklan, peta dan gambar teknis.
Kategori ini mencakup karya-karya literatur dan artistik seperti novel, puisi, karya panggung, film, musik, gambar, lukisan, fotografi dan patung, serta desain arsitektur.Hak yang berhubungan dengan hak cipta termasuk artis-artis yang beraksi dalam sebuah pertunjukan, produser fonogram dalam rekamannya, dan penyiar-penyiar di program radio dan televisi.

Hak Kekayaan Intelektual

Dasar Hukum


Peraturan hukum terhadap HAKI di Indonesia dapat ditemukan dalam :

1. Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

2. Undang – undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.

3. Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

4. Undang – undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman.

5. Undang – undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

6. Undang – undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

7. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Hak Kekayaan Intelektual

C. Klasifikasi


Berdasarkan WIPO, HAKI dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Hak Cipta ( copyrights )

2. Hak Kekayaan Industri ( industrial property rights )

1. Hak Cipta ( copyrights )

Hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya tanpa mengurangi hak pencipta sendiri.

UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan diberikan pada ide, prosedur, metode atau konsep yang telah dituangkan dalam wujud tetap.

Untuk mendapatkan perlindungan melalui Hak Cipta, tidak ada keharusan untuk mendaftarkan. Pendaftaran hanya semata-mata untuk keperluan pembuktian belaka. Dengan demikian, begitu suatu ciptaan berwujud, maka secara otomatis Hak Cipta melekat pada ciptaan tersebut. Biasanya publikasi dilakukan dengan mencantumkan tanda Hak Cipta.

A. Bentuk dan Lama Perlindungan

Bentuk perlindungan yang diberikan meliputi larangan bagi siapa saja untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang dilindungi tersebut kecuali dengan seijin Pemegang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan Hak Cipta pada umumnya berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. Namun demikian, pasal 30 UU Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta atas Ciptaan:

  • program komputer;
  • sinematografi;
  • fotografi;
  • database; dan
  • karya hasil pengalihwujudan

berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

B. Pelanggaran dan Saksi

Dengan menyebut atau mencantumkan sumbernya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta atas:

a) penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;

b) pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;

c) pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:

a. ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau

b. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.

d) perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;

e) perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;

f) perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;

g) pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Menurut Pasal 72 Undang-Undang Hak Cipta, bagi mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar Hak Cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Selain itu, beberapa sanksi lainnya adalah:

a) Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta dipidana dengan dengan pidana penjara maksimal 5 (lima) tahun dan/atau denda maksimal Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

b) Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

2. Hak Kekayaan Industri ( industrial property rights )

Hak yang mengatur segala sesuatu tentang milik perindustrian, terutama yang mengatur perlindungan hukum.

Hak kekayaan industri ( industrial property right ) berdasarkan pasal 1 Konvensi Paris mengenai perlindungan Hak Kekayaan Industri Tahun 1883 yang telah di amandemen pada tanggal 2 Oktober 1979, meliputi :

a. Paten, yakni hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta di bidang teknologi. Hak ini memiliki jangka waktu (usia sekitar 20 tahun sejak dikeluarkan), setelah itu habis masa berlaku patennya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten:

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 ayat 1).

b. Merk dagang, hasil karya, atau sekumpulan huruf, angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh individu atau badan hukum dari keluaran pihak lain.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek :

Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.(Pasal 1 Ayat 1).

Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. (Pasal 3)

c. Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industri

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri :

Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.

Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. (Pasal 1 Ayat 1)

d. Hak desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit), yakni perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu :

Sirkuit Terpadu adalah suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.(Pasal 1 Ayat 1).

Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu. (Pasal 1 Ayat 2)

Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negera Republik Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut. (Pasal 1 Ayat 6)

e. Rahasia dagang, yang merupakan rahasia yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau individu dalam proses produksi

Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang :

Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang. (Pasal 1 Ayat 1)

Hak Rahasia Dagang adalah hak atas rahasia dagang yang timbul berdasarkan Undang-Undang ini. (Pasal 1 Ayat 2)

f. Varietas tanaman. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman :

Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) adalah perlindungan khusus yang diberikan Negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Pemerintah dan pelaksanaannya dilakukan oleh kantor PVT, terhadap varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia tanaman melalui kegiatan pemuliaan tanaman. (Pasal 1 Ayat 1)

Hak Perlindungan Varietas Tanaman adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemulia dan/atau pemegang hak PVT untuk menggunakan sendiri varietas hasil pemuliaannya atau memberi persetujuan kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya selama waktu tertentu. (Pasal 1 Ayat 2)

Varietas Tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis yang sama atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak tidak mengalami perubahan. (Pasal 1 Ayat 3)

Perlindungan Konsumen

H. Sanksi-sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Sanksi Perdata :
· Ganti rugi dalam bentuk :

o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan

· Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25

Sanksi Pidana :
· Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18

o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f

* Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
* Hukuman tambahan , antara lain :
o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .

Perlindungan Konsumen

G. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Pengertian tanggung jawab produk (pelaku usaha), sebagai berikut, ”Tanggung jawab produk adalah tanggung jawab para produsen untuk
produk yang telah dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan/ menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut.“
Di dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terdapat 3 (tiga) pasal yang menggambarkan sistem tanggung jawab produk dalam hukum perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merumuskan tanggung jawab produsen sebagai berikut:
1.Pelaku Usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkomsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2.Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau secara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4.Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasrkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsure kesalahan. (50 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.”

Perlindungan Konsumen

F. Klausa Baku dalam Perjanjian

Sehubungan dengan perlindungan terhadap konsumen, yang perlu mendapat perhatian utama dalam perjanjian baku adalah mengenai klausula eksonerasi (exoneratie klausule exemption clausule) yaitu klausula yang berisi pembebasan atau pembatasan pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha yang lazimnya terdapat dalam jenis perjanjian tersebut.
Menurut Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan mengenai klausula-klausula yang dilarang dicantumkan dalam suatu perjanjian baku yaitu:
a.menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b.menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c.menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d.menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e.mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f.memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g.menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h.menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan tujuan dari larangan pencantuman klausula baku yaitu “Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak” sehingga diharapkan dengan adanya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen akan memberdayakan konsumen dari kedudukan sebagai pihak yang lemah di dalam di dalam kontrak dengan pelaku usaha sehingga menyetarakan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen.
Sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Pencantuman klausula baku tersebut dapat berupa tulisan kecil-kecil yang diletakkan secara samar atau letaknya ditempat yang telah diperkirakan akan terlewatkan oleh pembaca dokumen perjanjian tersebut, sehingga saat kesepakatan tersebut terjadi konsumen hanya memahami sebagian kecil dari perjanjian tersebut. Artinya perjanjian tersebut hanya dibaca sekilas, tanpa dipahami secara mendalam konsekuensi yuridisnya, yang membuat konsumen sering tidak tahu apa yang menjadi haknya.

Perlindungan Konsumen

C. Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha
Adapun perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha yaitu :

1. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a.Tidak sesuai dengan :
ü standar yang dipersyaratkan;
ü peraturan yang berlaku;
ü ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b.Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain mengenai barang dan/atau jasa yang menyangkut :
ü berat bersih;
ü isi bersih dan jumlah dalam hitungan;
ü kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
ü mutu, tingkatan, komposisi;
ü proses pengolahan;
ü gaya, mode atau penggunaan tertentu;
ü janji yang diberikan;
c.Tidak mencantumkan :
ü tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
ü informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
d.Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label
e.Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat:
ü Nama barang;
ü Ukuran, berat/isi bersih, komposisi;
ü Tanggal pembuatan;
ü Aturan pakai;
ü Akibat sampingan;
ü Nama dan alamat pelaku usaha;
ü Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat
f.Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

2. Dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan/atau jasa :

a.Secara tidak benar dan/atau seolah-olah barang tersebut :
ü Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga/harga khusus, gaya/mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
ü Dalam keadaan baik/baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
b.Secara tidak benar dan seolah-olah barang dan/atau jasa tersebut :
ü Telah mendapatkan/memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
ü Dibuat perusahaan yangmempunyai sponsor, persetujuan/afiliasi.
ü Telah tersedia bagi konsumen.
c.Langsung/tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.
d.Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko/efek samping tanpa keterangan lengkap.
e.Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
f. Dengan harga/tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak dilaksanakan.
g.Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
h.Dengan menjanjikan hadiah barang dan/atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.

3. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan,mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai :

a.Harga/tarifdan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
b.Kondisi, tanggungan, jaminan, hak/ganti rugi atas barang dan/atau jasa.
c.Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan/aatau jasa.

4. Dalam menawarkan barang dan/atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang :

a.Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
b.Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
c.Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan/atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

5.Dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
6.Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan :
a.Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
b.Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan,melainkan untuk menjual barang lain.
c.Tidak menyediaakan barang dan/atau jasa dalam jumlah tertentu/cukup dengan maksud menjual barang lain.
d.Menaikkan harga sebelum melakukan obral.

Perlindungan Konsumen

E. Hak Pelaku Usaha

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang perlindungan konsumen adalah:
Ø hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Ø hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
Ø hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen
Ø hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
Ø hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.


- Kewajiban Pelaku Usaha

Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 Undang-undang perlindungan konsumen adalah:
Ø beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
Ø memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
Ø memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Ø menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
Ø memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
Ø memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Ø memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Perlindungan Konsumen

D. Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :

* Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
* Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
* Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
* Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
* Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
* Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
* Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
* Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
* Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

- Kewajiban Konsumen
Tidak hanya bicara hak, Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen juga memuat kewajiban konsumen, antara lain :

* Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
* Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
* Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
* Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Hak Kekayaan Intelektual

B. Prinsip Hak Kekayaan Intelektual

1. Prinsip Ekonomi

Yakni, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan.

2. Prinsip Keadilan

Yakni, di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemilikannya.

3. Prinsip Kebudayaan

Yakni pengembangan ilmu pengetahuan, sastra dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia. Dengan menciptakan suatu karya dapat meningkatkan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan negara.

4. Prinsip Sosial

Prinsip ini mengatur kepentingan manusia sebagai warga negara, artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan, sehingga perlindungan diberikan berdasarkan keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat.

Perlindungan Konsumen

B. Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang no. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan ini adalah :

* Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
* Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
* Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
* Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
* Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
* Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

- Azas Perlindungan Konsumen
Adapun Azas perlindungan konsumen antara lain :

* Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
* Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
* Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
* Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
* Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Antimonopoli dan Persaingan Usaha

F. Sanksi dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha

Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana.Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok.Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.

Pasal 48
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.

Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.

Antimonopoli dan Persaingan Usaha

E. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
1. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.

Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan

Antimonopoli dan Persaingan Usaha

D. Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli

Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
(1) Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertical
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar negeri
(2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
(a) Monopoli
(b) Monopsoni
(c) Penguasaan pasar
(d) Persekongkolan
(3) Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi

Antimonopoli dan Persaingan Usaha

C. Kegiatan yang dilarang dalam antimonopoly

Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya

- Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut. Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :
(a) Oligopoli
(b) Penetapan harga
(c) Pembagian wilayah
(d) Pemboikotan
(e) Kartel
(f) Trust
(g) Oligopsoni
(h) Integrasi vertical
(i) Perjanjian tertutup
(j) Perjanjian dengan pihak luar neger

Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan :
–Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
– Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
– Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut.

Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999.Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut demi menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi pengusaha maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur dengan sangat singkat, dalam satu kalimat saja.